Microsoft meminta sekitar 700 hingga 800 orang dalam operasi komputasi awan dan kecerdasan buatan yang berbasis di China untuk mempertimbangkan transfer ke luar negeri, Wall Street Journal melaporkan pada 16 Mei.
Para karyawan, sebagian besar insinyur dengan kewarganegaraan China, awal pekan ini menawarkan opsi untuk pindah ke negara-negara termasuk Amerika Serikat, Irlandia, Australia dan New ealand, kata laporan itu, mengutip orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya hubungan AS-China ketika pemerintahan Biden menindak berbagai sektor impor China, termasuk baterai kendaraan listrik (EV), chip komputer, dan produk medis.
Seorang juru bicara Microsoft mengatakan kepada Journal bahwa memberikan peluang internal adalah bagian dari bisnis globalnya dan mengkonfirmasi bahwa perusahaan telah berbagi peluang transfer internal opsional dengan sebagian karyawan.
Reuters melaporkan awal bulan ini bahwa Departemen Perdagangan AS sedang mempertimbangkan dorongan peraturan baru untuk membatasi ekspor model AI proprietary atau closed source, yang perangkat lunaknya dan data yang dilatihnya dirahasiakan.
Juru bicara itu, bagaimanapun, mengatakan kepada surat kabar bahwa perusahaan tetap berkomitmen untuk wilayah tersebut dan akan terus beroperasi di China.
Microsoft tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk komentar.
BACA JUGA: AS Akan Paksa Perusahaan Terkait China Jual Tanah Dekat Silo Rudal AS